Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2017

Al Kahfi

Adalah 110 ayat yang membuat pembacanya disinari cahaya di antara dua jumat. Yang 10 ayat permulaannya telah dijanjikan lewat seseorang yang paling mulia, bahwa menghapalnya akan menjauhkan dari Dajjal. Saya mencintai Al Quran sejak juz 1 hingga 30, dari Al Fatihah hingga An Naas, mulai ayat pertama hingga ayat ke 6.236, tapi kalau dipaksa memilih satu paling disuka, maka ialah Al Kahfi yang akan saya sebut pertama.  Saya tipe orang yang menggemari kisah-kisah, dan Al Kahfi memuaskan dahaga saya, terutama karena kisah di dalamnya bukan dongeng belaka, melainkan hal yang nyata. Kisah pertama tentang sekelompok pemuda yang beriman dan dikejar oleh penguasa dzalim dan bersembunyi di dalam sebuah gua. Mereka lalu ditidurkan Allah selama 309 tahun di dalamnya. Kisah ashabul kahfi pertama kali saya dengar dari nasyid karya Raihan dengan judul sama, dan baru saya baca lengkapnya setelah mulai rutin membaca arti Al Quran selepas tilawah.  Ada sebuah hal yang membuat saya takjub,

Iklan Paling Berkesan

Sejak menginjak bangku SMA saya sangat jarang, bahkan hampir tidak pernah nonton televisi. Saya lebih suka nonton film pakai laptop, streaming, atau membaca berita lewat internet. Jadi saya tidak cukup tau perkembangan iklan yang muncul di televisi saat ini. Tapi ada sebuah iklan yang sangat berkesan dan membekas di hati saya, ialah iklan di bulan ramadhan saat saya masih tahun pertama SMP, tahun 2004. Iklan ini diputar secara bersambung, terbagi menjadi 3 part. Diiringi dengan lagu Berita Kepada Kawan karya Ebiet G. Ade yang syahdu, diawali dengan adegan seorang pemuda yang tengah melakukan perjalanan dengan sepeda motor. Di tengah perjalanan itu ia terkena cipratan air dari sebuah mobil yang melaju kencang. Disitulah kesabaran seorang yang sedang berpuasa diuji untuk melawan amarah. Lalu saat adzan maghrib berkumandang, pemuda itu memutuskan berbuka dan sholat di sebuah tempat yang ternyata disana sudah terparkir mobil yang mencipratinya tadi. Selesai sholat, pemuda itu harus me

Tentang Kuliah di FK

Banyak orang yang berpikir kuliah di kedokteran itu keren, prestis, wah, dan sebagainya. Tak heran bila banyak yang bercita-cita jadi dokter. Banyak orang memandang dokter di masyakarat itu termasuk kalangan menengah ke atas, duitnya banyak, hidupnya santai tinggal kipas-kipas, uang datang sendiri. Tapi benarkah demikian? Saya pribadi sebelumnya ngga pernah bercita-cita jadi dokter, memimpikan pun tidak. Bagi saya jadi dokter itu ketinggian, saya benci pelajaran biologi, takut liat darah, dan orang tua saya juga ngga punya banyak uang, ditambah lagi, kuliah dokter kayaknya lama. Awalnya cita-cita saya ingin jadi sastrawan, jadi penulis buku (seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya ). Tapi kemudian saya ingin lebih realistis, karena orang tua saya ngga mungkin mengabulkan cita-cita semacam itu, dengan alasan untuk jadi penulis bisa dilakukan sambil kuliah yang lain. Jadi saya beralih untuk mengambil jalur yang sama dengan kedua kakak: menjadi guru. Kakak pertama s

Kenapa Menulis?

Saat duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar saya pernah diberi tugas menuliskan aktivitas yang dilakukan selama liburan sekolah. Saya yang hanya LDR (liburan di rumah) bingung harus menulis apa dan akhirnya hanya menulis tentang kegiatan saya main ke rumah nenek, manjat pohon, makan mangga, jatuh, dan hal-hal ngga penting lain yang intinya semua itu cuma ngarang belaka. Walhasil nilai yang tertera di lembar tugas saya hanya 65, beda jauh dengan teman saya yang menceritakan liburannya ke luar kota dan dapat 90. Yah mungkin gaya bahasa saya yang memang ndeso banget, tapi saya jadi sebal sama pelajaran mengarang. Meski sebal menulis tapi saya cinta membaca. Awalnya buku yang saya baca hanya sebatas fabel, dongeng-dongeng dunia, atau majalah bobo yang bapak saya beli secara kiloan di shoping center, paling banter adalah buku kumpulan cerita rakyat yang ibu saya pinjamkan dari perpustakaan umum. Lalu perlahan saya mulai menyentuh majalah annida punya kakak dan dari situ saya mulai kenal p

Make Up

Sebuah hal yang wajar bahwa wanita meyukai kecantikan dan seringkali (mungkin selalu) ingin tampil cantik. Berasa ratusan kupu-kupu terbang di dalam perut, saat ada orang yang memuji kalau kita cantik. Lantas bagaimana dengan penggunaan make up untuk menambah kecantikan? Saya pribadi bukanlah tipe orang yang gemar memakai make up. Paling banter cuci muka, krim jerawat dari dokter, dan sunblock biar ngga item-item amat. Kalau bedak dan gincu hampir tidak pernah. Apalah lagi eyeliner, pensil alis, atau perona wajah, menyentuh aja seumur hidup baru berapa kali, itupun punya orang lain. Bahkan di momen menjelang  wisuda dan sumpah dokter, saat temen-temen yang lain pusing mncari salon yang paling bagus, mikirin aja engga. Ya, ini serius, waktu wisuda dan sumpah dokter saya benar-benar hanya pakai bedak dan gincu punya ibu, tanpa polesan lain.Ngga ada alasan lain, saya hanya merasa sayang kalau harus ke salon dan bayar mahal untuk make up yang hanya akan digunakan untuk momen beberapa

Sepatu Impian

Kalau ditanya tentang sepatu impian, maka jawabanku bukan sepatu kaca ala cinderella atau sepatu penambah kecepatan seperti detektif conan, apalagi sepatu impor seharga jutaan rupiah yang dijual di etalase mall. Sepatu impianku adalah sepatu yang bisa membawaku terbang. Di waktu kecil aku pernah membaca sebuah fabel tentang seekor berang-berang yang berpetualang dengan sprei nya. Ia terbang dengan sprei itu mengelilingi dunia dan bertemu teman-teman baru. Sejak saat itu, aku memimpikan sebuah perjalanan dengan terbang sendiri seperti sang berang-berang. Jadi, sepatu yang bisa terbang mungkin bisa mewujudkan mimpiku. Dengan sepatu terbang aku tak perlu lelah menapakkan kaki untuk naik tangga menuju lantai tertinggi, Dengan sepatu terbang aku tak perlu terjebak macet di tengah keramaian jalan. Dengan sepatu terbang aku bisa mengambang di atas kota, menikmati angin laut sambil melihat lumba-lumba berenang, melintasi benua dan menatap semesta dari atas. Aku akan melesat di antara

Ailurophilia

Sejak masih sangat kecil, kucing sudah menjadi makhluk yang ngga terpisahkan dalam kehidupan saya. Kucing pertama saya saat umur 5 tahun namanya Wawan. Ya sebenarnya bukan resmi kucing saya sih, hanya kucing kampung yang sering main dan minta makan ke rumah. Dia juga yang menorehkan cakaran-cakaran pertama di kaki, tangan, bahkan wajah saya. Tapi berkat itu, saya jadi lebih berani dan lihai dalam menghadapi kucing.  Lalu di suatu siang saat saya menginjak kelas 5 SD datang seekor kucing kecil tiga warna ke rumah saya, mengeong dengan manja, lapar tentunya. Tak tahan dengan matanya yang mengerjap menggemaskan, saya beri secuil ikan lalu mantap memeliharanya. Saya beri nama Pussy, nama yang pasaran karena memang sedang ngga punya ide. Dan ternyata Pusy tak sepolos penampilannya. Meski nampak bahwa usianya belum terlalu dewasa, namun ternyata ia sedang mengandung anak yang entah pada siapa saya harus meminta tanggung jawab. Meski demikian tetap bahagia rasanya menyambut kelahiran 3 e

Kekuatan Super

Tidak banyak drama korea yang sudah tonton, dan My Love From Another Star adalah salah satu daftar list yang tidak saya sukai. Selain jalan ceritanya yang irasional, kisah cinta antar tokoh utamanya cenderung menye-menye. Bagi penggemar drama yang dibintangi Kim So Hyun ini, mianhe karena kita beda selera. Tapi ada hal menarik, saya terobsesi pada kekuatan super milik Do Min Joon, alien yang telah hidup selama 400 tahun dalam drama ini.  Kemampuan teleportasi. Ini akan membuat saya bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam sekejap mata. Saya tipe orang yang berangkat kemanapun mepet-mepet jamnya. Dulu karena sekolah saya deket dari rumah, saya baru berangkat jam 7 kurang 5 atau 10 menit. Begitupun waktu kuliah, alih-alih menunggu jam kuliah selanjutnya, saya lebih suka pulang ke kos dulu dan balik ke kampus kalau udah mepet dosen masuk. Ngga jauh beda saat rapat atau datang agenda lainnya. Nah kebayang kalau punya kemampuan berpindah dalam sekejap mata, hidup saya bakal

Pantai atau Gunung?

Saya suka keduanya ;) Baik pantai atau gunung memiliki pesonanya masing-masing. Sama halnya jika disodorkan antara sunrise dan sunset, pasti bimbang harus pilih mana, Keduanya indah dan menakjubkan, meski harus saya akui kalau sunset sedikit lebih romantis. Sejuknya hawa pegunungan sangat cocok untuk berkontemplasi, mendinginkan kepala saat penuh disesaki problematika kehidupan (halah bahasanya :P). Tapi pegunungan bagi saya disini baru sebatas Tawangmangu di Solo atau Moga di Pemalang lho ya. Karena jujur, seumur hidup saya belum pernah naik gunung hehehe. Tempat tertinggi yang saya kunjungi adalah Selo, daerah lereng Merapi di Boyolali. Pernah sih diajak temen naik gunung yang pendek aja, yang kurang dari setengah hari udah nyampe puncak, tapi belum jadi dan keburu kondisi fisik saya kurang memungkinkan. Pengen banget suatu saat bisa muncak, tapi yang ngga harus mendaki sendiri, mungkin ke Bromo yang katanya bisa pakai mobil jeep :D Pegunungan seringkali menyuguhkan perkebunan

Rumah Impian

Rumah impian saya adalah rumah yang luas halamannya. Saya akan menanaminya dengan rumput ala-ala teletubies, agar kelak anak-anak bersama kawan-kawannya bisa berlari bermain berkejaran tanpa takut jatuh karena alasnya yang hijau dan empuk. Saya akan meletakkan tanaman berbunga di halaman depan agar orang yang lewat dapat menghirup harumnya, dan tumbuhan berbuah di halaman belakang agar saat panen tiba tetangga sekitar dapat ikut menikmatinya. Saya juga akan menumbuhkan pohon kesayangan saya, angsana. Agar dapat bernostalgia tentang hari-hari lama pada tiap bulan oktober, sambil minum teh dan syahdu menatap kelopak-kelopaknya berguguran.  Di salah satu sudut saya akan membangun kolam ikan dengan bunga teratai dan air mancur yang gemericik menenangkan. Rumah impian saya adalah rumah dengan rak buku di tiap sudutnya, agar siapapun dapat membaca setiap saat. Ada juga sebuah ruangan khusus membaca jika membutuhkan suasana lebih khidmat. Tembok ruang baca ini tidak nampak karena tertutu

My Sisters

Dari pengamatan iseng yang saya lakukan terhadap segelintir orang, saya menyimpulkan bahwa ibu-ibu kelahiran sekitar tahun 1960an banyak yang memiliki anak sejumlah tiga orang dengan jenis kelamin semuanya perempuan. Teman sebangku saya di bangku SMP adalah anak terakhir dengan dua kakak perempuan. Teman sebangku saya saat SMA anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan. Bahkan aktris pemeran Ana Althafunnisa dalam film Ketika Cinta Bertasbih, yang senyumnya aduhai manis seperti saya,  Oky Setiana Dewi juga adalah seorang kakak dari dua adik perempuan. Yang mana semua ibu-ibu tersebut lahir di era 60an. Aduhai saya ngga akan membicarakan faktor-faktor yang mempengaruhi jenis kelamin pada janin lalu menganalisis apa saja yang kiranya berkaitan dengan ibu-ibu generasi 60an. Hanya sebuah takdir dari Yang Maha Kuasa bahwa ibu saya juga salah satu dari wanita generasi 60an yang melahirkan tiga anak tyang semuanya perempuan. Dan sebagai bungsu yang ngga mau pilih kasih pada ke

Akhirnya (mencoba) Nulis Lagi

Sebelum menulis ini saya benar-benar harus membaca basmalah 3 kali dan al fatihah 7 kali, juga puluhan kali mengumpulkan serpihan-serpihan niat yang mungkin telah menjadi butir-butir hingga nyaris tak kasat mata. Tiga tahun, guys. Sungguh crazy. T-I-G-A T-A-H-U-N Selama itulah saya benar-benar vakum menulis bahkan meski hanya tulisan galau atau curhat tak jelas. Paling banter tulisan yang saya buat hanyalah caption instagram yang panjangnya tak lebih dari beberapa kalimat. Dari dulu saya memang bukan orang yang rajin mengisi blog, tapi hampir air mata saya tumpah ruah berderai-derai melihat tanggal terakhir saya posting. Dan luapan ekspresi alay saya semakin menjadi saat melihat tampilan blog yg acakadut, Ini tampilannya kenapa jadi ngga rapi gini sih? Why? Why? Hiks. Hm mungkin besok saya akan mulai tata lagi layoutnya. InsyaaAllah besok. Atau besoknya lagi. Atau besoknya lagi *lantas toyor kepala sendiri* Ngomong-ngomong, gimana kabarnya tahun baru (masehi)? Sudahkah menja