Skip to main content

Tentang Sebuah Misi yang Tertunda



Bismillaah
Saya teringat pada sebuah buku yang pernah saya baca, Men are From Mars and Women are From Venus. Di dalamnya John Gray memaparkan perbedaan ciri khas pria dan wanita. Ia mengibaratkan wanita ibarat gelombang, situasi emosinya naik dan turun sesuai kadar hormonal yang terdapat dalam dirinya. Adapun pria, jika menghadapi suatu masalah seringkali akan bersembunyi masuk ke dalam guanya sendiri hingga tiba saat yang tepat untuk keluar. Sebagai seorang wanita (serius, saya wanita tulen loh), fluktuasi mood tentu saja seringkali saya alami. Wajar bagi seorang wanita untuk mengekspresikan segala perasaannya baik pada suasana hati yang ekstrim sedih, ekstrim gembira, atau bahkan ekstrim biasa-biasa saja.  Akan tetapi terkadang entah hanya saya saja atau bahkan banyak wanita juga bisa masuk kedalam gua jika merasa stuck dalam suatu persoalan. Kalau di kosan, diam mengurung diri, mengunci kamar dan hanya keluar disaat-saat urgen (ke toilet, cari makan, dll) menjadi salah sekian cara. Kalau posisinya di rumah, hm ya paling-paling mematikan handphone dan tidur..
Tapi tenang saja, masuk kedalam gua bukan berarti menyerah pada masalah, justru ia adalah jalan menenangkan pikiran dan introspeksi diri guna mencari solusi dari permasalahan. Dalam persembunyian itu seringkali “ting!” sebuah, bahkan banyak ide muncul dari kejernihan pikiran. Atau bisa jadi setidaknya saat keluar dari gua, emosi yang awalnya klimaks menjadi lebih stabil dan terkendali.
Lalu.. Alhamdulillah, akhirnya hari ini saya (memutuskan) keluar dari gua! Adakah yang mencari saya? Hahaha (geer). Sebelumnya saya mengucapkan mohon maaf sebesar-besarnya atas semua telepon, sms, line, whatsapp, inbox, dll yg belakangan tidak saya balas.  Meski memang ada unsur kesengajaan (peace :P), namun juga tak lepas dr unsur ketidaksengajaan. Di hari spesial itu, handphone saya lowbat dan tidak sempat saya charge, lalu tergeletak entah dimana hingga bbrp hari kemudian, jd memang semua pesan tsb baru masuk bbrp hari berikutnya. Dan saat saya membacanya, masyaaAllah banyak beneur. Jadi saya memutuskan untuk menstabilkan mood terlebih dahulu agar dapat memberikan jawaban yang tidak terlalu  emosional (secara,  biasanya kan saya terlalu lebay).
Hari spesial apa sih? Hmm hari itu adalah hari pramuka. Ini serius, saya ndak becanda. 14 Agustus, hari yang semestinya menjadi sebuah hari perubahan saya secara fisik, akhirnya menjadi sebuah hari perubahan saya secara perasaan dan pemikiran. Saya benar-benar tidak menyangka akan mengambil keputusan itu: mundur. Setelah dua tahun yang digunakan untuk berencana, setelah lima bulan yang dihabiskan dalam berkonsultasi, setelah tiga kali kesempatan yang tertunda, akhirnya hal ini benar-benar tertunda entah sampai kapan.
Mengherankan memang, tindakan yang telah dipersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya ternyata bisa dibatalkan hanya dalam tempo beberapa jam. Tapi ya begitulah, mungkin memang sudah qodarullah.  Mengenai alasannya, jujur saya tidak ingin membicarakannya secara terbuka, karena itu adalah pertimbangan pribadi baik dari saya, keluarga, maupun tim yang menangani. Saya hanya takut nantinya dalam sudut penglihatan yang penuh khilaf ini akan ada pihak yang menjadi seolah-olah tersalahkan, baik itu diri saya sendiri, keluarga, pihak rumah sakit, atau bahkan Tuhan. Naudzubillah..
Daaan sebenarnya yang justru paling membuat saya ndak enak hati adalah selama proses ini saya telah merepotkan banyaaak sekali pihak. Sahabat-sahabat yang telah bolak-balik menjenguk, perhatian-perhatian yang tak henti-hentinya, juga doa-doa yang tiada putus-putusnya. InsyaaAllah ndak ada yang sia-sia, segala macam amal pasti akan dibalas oleh Ia, Sebaik-baik Pemberi Balasan.
Kini saya memang masih berusaha mencari jawaban atas segala tanya yang Ia titipkan, dan saya percaya akan menemukan jawabannya entah dimana dan kapan. Saya yakin, semua telah tertulis dalam lauh mahfudz-Nya, dan semua ada dalam lingkupan ilmu pengetahuanNya. Maka bagaimanakah mungkin saya bisa mengelak pada sesuatu yang hanya Ia telah kehendakkan? Dan terlalu lancangkah bila saya menerka-nerka apa yang sejatinya sedang Ia rencanakan?
Saya bukan orang kuat, saya bukan orang hebat. Justru sepertinya saya terlalu banyak dosa, hingga Allah berbaik hati memberi fasilitas untuk menebusnya sedikit demi sedikit, maka tak henti-hentinya saya mohon doa agar Allah menambah kesyukuran dan kesabaran, karena yang paling saya takutkan adalah cobaan ini membuat saya berulang kali mengingkari segala nikmatNya. Astaghfirullah..
Hmm saya jadi ingin menuliskan beberapa paragraf kalimat cantik dari buku Tahta Mahameru-nya Teh Azzura Dayana:
“Musim pertanyaan. Sedangkan musim jawaban belum lagi tiba. Masih jauh serupa negeri di kutub paling dingin di selatan. Dengan apa kujawab sebuah tanya, kalau burung-burung pun bersembunyi dan tak bisa kuajak berbicara.
Menceritakan musim: kau tau apa artinya lembayung? Ingatkah kau pada wajah mendung? Lalu masihkah kaki kita bisa menapak ke ketinggian dan tangan kita berpegang erat pada cadas-cadas yang menyembul di dinding tebing? Masihkah ada padang suryakencana dan lembah mandalawangi, serta hamparan edelweiss yang mengiangkan sebuah janji lagi di teluk sunyi?
Menceritakan wajahmu: kau serupa perdu, tapi herannya, padamu aku tetap menggantung. Kau selipkan semangat di genggaman tanganku yang terkelupas ketika aku pergi. Matamu penuh air, tapi aku selalu tak punya pelangi untuk menghapusnya.
Masih mendaki gunung dan belum bertemu kebijaksanaan pada setiap langkah kaki. Musim masih pagi, Tanya terlalu banyak dan kabut menyisa pekat. Bukankah timur dan barat adalah milik Allah adanya? Maka kemana perginya dirimu untuk berhijrah, niscaya ia selalu sediakan untukmu tempat berteduh yang luas dan rezeki yang banyak.
Aku masih berpegang pada cadas-cadas itu –bahkan. Kemana lagi selain untuk mengelus hatimu dan menuju maaf-Nya. Jika tidak tersedia kursi dan kayu untukku duduk, aku akan menebas hutan dan mengumpulkan ranting, tidur bersama daun. Bahkan, jika telaga telah kering ketika aku tiba nanti, aku masih bisa menyeret kaki dan rela menjadi pengemis yang menadah sambil menangis –tidak akan malu menadah: sebab kerajaan-Nya itu masih banyak menyimpan air. “
Maka jika boleh diri yang hina ini meneguk sedikit air dari telaga kerajaanMu, izinkanlah..
--Pemalang, 27 Syawal 1435 / 23 Agustus 2014 11.45pm, sepenuh cinta dan semangat--

Comments

Popular posts from this blog

Idul Adha di Perantauan; Sedih Sih, Tapi... Siapa Takut? B-)

Bismillah. Errr udah paham dari judulnya ya? Yaudah deh, ga jadi cerita ah~ ^_^ Intinya selamat hari raya idul adha, mohon maaf lahir dan batin (loh?) (Hoho gambar yg cukup menghibur :D)

Mitos dan Fakta Mahasiswa FK

Bisa dibilang bahwa kedokteran adalah salah satu jurusan yang tergolong kontroversial. Banyak isu dan gosip yang sering saya dengar bahkan jauh hari sebelum benar-benar jadi mahasiswa FK. Diantara desas-desus itu tak jarang yang membuat saya merasa harus berpikir ulang sebelum memilih ambil jurusan ini. Setelah terjun di dalamnya, ternyata ada isu yang bukan sekedar gosip alias fakta, dan ada pula yang ternyata zonk alias hoax alias mitos belaka. Nah dipostingan kali ini saya pengen bahas satu-satu, meski nggak semuanya karena jumlah aslinya buanyak bangets. Semoga bisa mewakili yes. Abaikan pose orang-orang yang di pinggir 1. Mahasiswa FK biasanya anak orang kaya soalnya bayar kuliahnya mahal. Menurut saya nggak seratus persen benar. Memang ada FK yang mematok harga selangit baik untuk biaya masuk maupun persemesternya, tapi banyak juga FK yang relatif terjangkau, biasanya dari universitas negeri. Selain itu ada kok mahasiswa FK kayak saya yang hanya bermodal dengkul alias m

Kerlap-kerlip

Mati lampu. Ini bukan karena pulsa listrik kost saya habis atau belum bayar 3 bulan. Bukan juga karena lampunya kadaluarsa. Semua lampu sepanjang jalan kost mati, itulah kenyataan yang terjadi, dan harus diterima dengan lapang dada. Dan saya, disini ngutak-atik laptop, nulis-nulis blog selagi temen2 kost ribut masalah lilin, korek, dan seterusnya. Saya cukup menikmati kegelapan ini, karena kamar saya jadi bersinar gara2 hiasan bintang2 fluoroscent warna hijau, pink, dan biru yang saya tempel di langit2 dan tembok kamar saya. Walhasil, kalo mati lampu, kamar saya jadi kerlap-kerlip, jad i berasa melayang-layang di tengah langit malam (lebay), hem mungkin sederhananya seperti berada di planetarium, atau apalah itu, yang jelas rasanya nyaman sekali :) Alhamdulillah, lampunya udah nyala! Wah, cepet banget ya, cuma berapa menit gitu, ga sampe setengah jam. Kamar saya sekarang jadi terang benderang, ga kerlap-kerlip lagi :) Hem, saya jadi teringat sama penemu lampu pijar, Thomas Alfa Edi