Masih terjaga, dalam hening malam yang melelapkan anak-anak manusia, juga lembab udara jejak-jejak hujan yang turun senja ini. Bau tanah basah masih tertinggal di sudut-sudut, adapun titik-titiknya menyisakan kesegaran alam yang buncah karena siraman rohmatNya.
Hem, aku suka aroma ini. Aroma yang selalu mengingatkanku pada suatu masa, saat ibu menyiapkan teh panas manis, bersanding dengan sepiring pisang goreng yang juga manis. Dan dengan senyum tulus, kami -aku, bapak, dan kedua kakakku- menyantapnya habis. Sekejap tandas!
Dari sebuah jendela, aku dan kakak memandangi orang-orang yang kehujanan. Ada yang berlari, tergesa, ada pula yang tampaknya menikmati momen tetes-tetes jatuh dari ujung-ujung payungnya. Aku suka memperhatikan wajah-wajah beraneka rupa. Mereka yang terkadang hadir dalam mimpi tanpa aku kenali, yang sejatinya pernah terlintas dalam hidupku, meski hanya sejenak, sistim otak yang super canggih mampu merekam wajah itu dan menginterpretasikannya dalam alam bawah sadar. Ya, meski ia hanya kulihat lewat jendela di sebuah hujan yang mengguyur.
Ah, rindu sekali aku pada saat itu, dimana pelangi menyembul dari balik awan. Aku lantas akan berteriak kegirangan dan memanggil-manggil ibu untuk turut melihatnya. Atau saat air hujan meluap-luap hingga memenuhi saluran air dan membuatnya bagai jalan yang lebar. Satu-dua orang tertipu, lantas jatuh ke lubang perangkap itu. Saat itupun aku tetap berteriak kegirangan.
Huft, entah. Aku selalu rindu pada masa lalu.
Dan satu hal lagi yang saat ini sangat membuatku rindu: rumah!
*****
Bapak, ibu, aku sedang bosan menghapal skeleton, nervus, muskulus, artikulatio, origo, dan segala inervasi......
Aku ingin pulang sebentar saja......
Boleh, ya......
:'l
Comments
Post a Comment