Skip to main content

Miong

Mio panggilannya. Nama panjangnya? Miong. Pemiliknya memang tidak kreatif, apalagi romantis, untuk memberinya sebuah nama yang lebih ear-catching dari itu. Dan nama mio sepertinya juga terlalu biasa bagi sebuah motor bermerk mio seperti dia. Hehehe pemiliknya memang benar-benar tidak kreatif.  Dan ya, pemilik yang tidak kreatif itu tak lain adalah saya sendiri, princess zakiyah :D

Sore itu, pertama kali saya melihat Mio, takjub, saya jatuh hati! Setelah sekian lama mengidam2 untuk punya sepeda motor sendiri, akhirnya saya benar-benar memilikinya (alhamdulillah ^_^). Dan ia benar-benar gagah. Meski joknya dipendekin hampir 15 sentimeter (ayah saya takut kalo kaki saya terlalu mungil *pendek maksudnya* utk menapak saat nyetir) tapi ia tetap ganteng dan imut-imut di mata saya :)

Dan kisahpun mengalir, antara saya dan Mio. Ke kampus kami berdua, cari makan bersama, kesasar di jalan, ia tetap setia. Kehabisan bensin, mogok pagi-pagi gara-gara dealer yang malpraktik, jatuh, kepeleset, nabrak motor yang lagi parkir, nabrak orang tak bersalah, hampir keserempet mobil, tersengat panas terik, menerjang hujan badai, semua telah kami lalui. Saya dan Mio :)

Kemaren2, waktu Mio dibawa ke pemalang gara2 libur panjang (kan kasian kalo di solo kesepian) dan belum sempet dianter ke solo lagi, saya benar2 merasa kehilangan Mio. Ke kampus sendiri, beli makan sendiri, pokoknya hampa dan sepi :(
Kangen jalan-jalan keliling solo, kangen bawa Mio ke pom bensin, kangen nungguin Mio dimandiin sama bapak pencuci motor, diselimutin salju, lalu disiram dan dilap sampe kinclong. Hiks hiks hiks

Lalu saat ayah akhirnya bawain Mio ke solo (dinaikin loh, ayahku keren khan? mantan pembalap diilawan ^_^), aq jdi ga kesepian lagi. Aq elus2 kepala Mio, peluk-peluk dia (gimana caranya? ga usah dipikir terlalu serius :D) isi bensin full, terus jalan2 deh.... :D

Dan kini, meski belum genap 100 tahun  kami bersama, dengan segala kejujuran hati, saya ingin menyatakan bahwa saya benar benar benar sangat sangat sangat sayang pada Mio.... :* :* :*
Ana uhibbuka fillah, Mio sayank. Semoga Allah mengizinkan kita selalu bersama. Forever, together.... ^_^

Comments

Popular posts from this blog

Mitos dan Fakta Mahasiswa FK

Bisa dibilang bahwa kedokteran adalah salah satu jurusan yang tergolong kontroversial. Banyak isu dan gosip yang sering saya dengar bahkan jauh hari sebelum benar-benar jadi mahasiswa FK. Diantara desas-desus itu tak jarang yang membuat saya merasa harus berpikir ulang sebelum memilih ambil jurusan ini. Setelah terjun di dalamnya, ternyata ada isu yang bukan sekedar gosip alias fakta, dan ada pula yang ternyata zonk alias hoax alias mitos belaka. Nah dipostingan kali ini saya pengen bahas satu-satu, meski nggak semuanya karena jumlah aslinya buanyak bangets. Semoga bisa mewakili yes. Abaikan pose orang-orang yang di pinggir 1. Mahasiswa FK biasanya anak orang kaya soalnya bayar kuliahnya mahal. Menurut saya nggak seratus persen benar. Memang ada FK yang mematok harga selangit baik untuk biaya masuk maupun persemesternya, tapi banyak juga FK yang relatif terjangkau, biasanya dari universitas negeri. Selain itu ada kok mahasiswa FK kayak saya yang hanya bermodal dengkul alias m...

Idul Adha di Perantauan; Sedih Sih, Tapi... Siapa Takut? B-)

Bismillah. Errr udah paham dari judulnya ya? Yaudah deh, ga jadi cerita ah~ ^_^ Intinya selamat hari raya idul adha, mohon maaf lahir dan batin (loh?) (Hoho gambar yg cukup menghibur :D)

Tentang Kuliah di FK

Banyak orang yang berpikir kuliah di kedokteran itu keren, prestis, wah, dan sebagainya. Tak heran bila banyak yang bercita-cita jadi dokter. Banyak orang memandang dokter di masyakarat itu termasuk kalangan menengah ke atas, duitnya banyak, hidupnya santai tinggal kipas-kipas, uang datang sendiri. Tapi benarkah demikian? Saya pribadi sebelumnya ngga pernah bercita-cita jadi dokter, memimpikan pun tidak. Bagi saya jadi dokter itu ketinggian, saya benci pelajaran biologi, takut liat darah, dan orang tua saya juga ngga punya banyak uang, ditambah lagi, kuliah dokter kayaknya lama. Awalnya cita-cita saya ingin jadi sastrawan, jadi penulis buku (seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya ). Tapi kemudian saya ingin lebih realistis, karena orang tua saya ngga mungkin mengabulkan cita-cita semacam itu, dengan alasan untuk jadi penulis bisa dilakukan sambil kuliah yang lain. Jadi saya beralih untuk mengambil jalur yang sama dengan kedua kakak: menjadi guru. Kakak pertama s...