Skip to main content

Kapanpun Lebarannya, Minumnya Teh Anget

Bismillah.

Di sini saya nggak bermaksud banyak komentar atau profokasi mengenai perbedaan penetapan 1 Syawal 1432 Hijriyah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Pak Din Syamsudin, bahwa Perbedaan itu seyogianya disikapi dengan toleransi dan saling menghargai karena penetapan awal Syawal didasari oleh keyakinan keagamaan masing-masing. Selain itu, seingat saya ini bukan pertama kalinya terjadi perbedaan dalam penetapan Idul Fitri. Kita seharusnya cukup dewasa dalam menanggapi perbedaan ini.

Meski banyak juga yang komplain, bingung. Kalo yang bener tuh 30 Agustus, berarti haram puasa dong. Tapi kalo yang bener tuh 31 Agustus, berarti meninggalkan puasa wajib dong. Hem, menurut saya sih, karena dua2nya punya dasar yg kuat, mending kmbalikan ke orangnya masing2 aja. Allah Maha Mengetahui apa2 yg tidak kita ketahui.

Malah yg disayangkan adalah masyarakat yang membesar2kan hal ini, atau kecewa berlebihan dengan pengumuman pmerintah yang agak "kemaleman". Bahkan saya liat di berita ada yg nyampe bakar2an pake obor gara2 ga terima nek takbiran diundur. Hem, mungkin karena udah nyiapin sedemikian rupa kali ya. Ada juga yang tetep melanjutkan takbiran karena takut warga jadi kecewa. Yo, ga salah juga kok....

Saya jadi mikir, kenapa ya cuma waktu idul fitri atau idul adha aja orang2 jadi beribet masalah tanggal hijriyah? Coba kalo kalender hijriyah kita pakai juga dalam kehidupan sehari2. Kayak dulu tuh, waktu Islam masih berjaya dan menguasai dua pertiga belahan bumi, kalender hijriyah jadi penanggalan resmi dunia. Wuah pasti asyik banget tuh ^_^

Anyway, lagi seneng2nya ngerayain lebaran, eh saya malah kena flu T-T
Ga tau deh, dapet virus dari mana, tiba2 maen bersin2 aja. Walhasil, mampet nih hidung. Hiks hiks hiks
Tapi bersyukur juga, sakit begini pas lagi di rumah, ada ibu yang selalu siap sedia merawat en mbikinin teh anget, jadi lumayan ga semakin parah (biasanya kalo flu di kosan, saya biarin sampe sembuh sendiri, tapi lama prosesnya). Huhuhu tengkyu mom! :*

Oke, saya cuman pengen curhat itu aja kok. Hehehe

Dan sebelum saya mengakhiri postingan ini, saya ingin mengucapkan




If there is black, there is white
If there is moon, there is sun
If there is the rain, there is the rainbow
If there is
sad, there is happy
So, if there is mistakes, may you forgive me ^_^
Mohon maaf lahir dan batin...



Comments

Popular posts from this blog

Mitos dan Fakta Mahasiswa FK

Bisa dibilang bahwa kedokteran adalah salah satu jurusan yang tergolong kontroversial. Banyak isu dan gosip yang sering saya dengar bahkan jauh hari sebelum benar-benar jadi mahasiswa FK. Diantara desas-desus itu tak jarang yang membuat saya merasa harus berpikir ulang sebelum memilih ambil jurusan ini. Setelah terjun di dalamnya, ternyata ada isu yang bukan sekedar gosip alias fakta, dan ada pula yang ternyata zonk alias hoax alias mitos belaka. Nah dipostingan kali ini saya pengen bahas satu-satu, meski nggak semuanya karena jumlah aslinya buanyak bangets. Semoga bisa mewakili yes. Abaikan pose orang-orang yang di pinggir 1. Mahasiswa FK biasanya anak orang kaya soalnya bayar kuliahnya mahal. Menurut saya nggak seratus persen benar. Memang ada FK yang mematok harga selangit baik untuk biaya masuk maupun persemesternya, tapi banyak juga FK yang relatif terjangkau, biasanya dari universitas negeri. Selain itu ada kok mahasiswa FK kayak saya yang hanya bermodal dengkul alias m...

Idul Adha di Perantauan; Sedih Sih, Tapi... Siapa Takut? B-)

Bismillah. Errr udah paham dari judulnya ya? Yaudah deh, ga jadi cerita ah~ ^_^ Intinya selamat hari raya idul adha, mohon maaf lahir dan batin (loh?) (Hoho gambar yg cukup menghibur :D)

Tentang Kuliah di FK

Banyak orang yang berpikir kuliah di kedokteran itu keren, prestis, wah, dan sebagainya. Tak heran bila banyak yang bercita-cita jadi dokter. Banyak orang memandang dokter di masyakarat itu termasuk kalangan menengah ke atas, duitnya banyak, hidupnya santai tinggal kipas-kipas, uang datang sendiri. Tapi benarkah demikian? Saya pribadi sebelumnya ngga pernah bercita-cita jadi dokter, memimpikan pun tidak. Bagi saya jadi dokter itu ketinggian, saya benci pelajaran biologi, takut liat darah, dan orang tua saya juga ngga punya banyak uang, ditambah lagi, kuliah dokter kayaknya lama. Awalnya cita-cita saya ingin jadi sastrawan, jadi penulis buku (seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya ). Tapi kemudian saya ingin lebih realistis, karena orang tua saya ngga mungkin mengabulkan cita-cita semacam itu, dengan alasan untuk jadi penulis bisa dilakukan sambil kuliah yang lain. Jadi saya beralih untuk mengambil jalur yang sama dengan kedua kakak: menjadi guru. Kakak pertama s...