Skip to main content

7th Day; Silaturahmi Jilid 2

Hohoho sebagaimana saya katakan dalam postingan sebelumnya, saya emang suka silaturahim. Dan baru saja kemaren saya dikunjungi temen2 mantan PMDH, hari ini saya didatengin ama sahabat saya sejak kecil mungil dan imut2 :)

Saya mengenalnya sejak bangku sekolah dasar. Hingga kini persahabatan kami tetap terjalin meski jarak memisahkan dan cuma bisa ketemu pas liburan doang. Yang lebih spesial lagi, dari dulu ampe sekarang, tiap kali ketemu pasti ada banyak cerita yang kami sharingkan, terutama kisah cin*a. Tentu saja, ci*ta disini adalah perasaan antara dua lawan jenis, saudara2. C*nta yang bikin galau para remaja dan pusing seolah2  dunia penuh dengan siksa.Wkwkwk *lebay deh

Jujur, sudah lama sekali semenjak di kampus, saya ndak pernah share masalah ci*ta, kecuali sama temen saya ini. Yang bikin seru, kini saya jarang sekali menemukan kisah c*nta yang rumit dan complicated selain sama temen saya ini. Hahaha

Jadi tuh kalo di kampus, seolah2 amanah dan tugas2 kuliah bener2 telah membuat saya kewalahan sampe nggak sempet mikirin yg namanya ci*ta (ini serius loh). Dan pertemuan dengan kawan saya ini seolah2 memberi sebuah pengalaman unik yang baru, di luar kegiatan2 yang saya lakukan selama ini. Hihihi

Dan mendengarkan kisah2nya, membuat saya mau tidak mau teringat pada kata2 Ti Pat Kay dalam drama laga Kera Sakti, "Beginilah ci*ta, deritanya tiada akhir" :-P

Hm, pada akhirnya sebuah nasihat pun terucap. Dan biar bisa buat pengingat saya di kemudian hari juga, saya torehkan disini deh :)

"Laki-laki itu nggak akan pernah benar2 suka sebelum ia membuktikannya dengan meminang. Jadi patokannya ya ngelamar atau nggak. Kalo nggak berani ya berarti nggak suka, selesai. Saranku, sekarang bukan waktunya mikir dia suka atau nggak, tapi mikir apakah aku sudah baik atau belum. Kalo sudah baik, maka pada waktu yang tepat pasti akan mendapat yg terbaik, meski itu bukan yang diharapkan sebelumnya (kali aja yg diharapkan ternyata nggak cukup baik buat kita). Sooo, now it's time to keep moving forward. Campakkan galau sejauh2nya, dan melakukan hal2 positif sebanyak2nya."

Menasihati emang mudah, tapi mengaplikasikannya butuh niat yang kuat. Bismillah. Mari belajar bersama-sama (^o^)/



 *Note: Saya juga pernah nulis masalah cinta2an loh. Kata temen saya sih lumayan buat obat. Hehehe. Bisa cek disini :)



Comments

Popular posts from this blog

Mitos dan Fakta Mahasiswa FK

Bisa dibilang bahwa kedokteran adalah salah satu jurusan yang tergolong kontroversial. Banyak isu dan gosip yang sering saya dengar bahkan jauh hari sebelum benar-benar jadi mahasiswa FK. Diantara desas-desus itu tak jarang yang membuat saya merasa harus berpikir ulang sebelum memilih ambil jurusan ini. Setelah terjun di dalamnya, ternyata ada isu yang bukan sekedar gosip alias fakta, dan ada pula yang ternyata zonk alias hoax alias mitos belaka. Nah dipostingan kali ini saya pengen bahas satu-satu, meski nggak semuanya karena jumlah aslinya buanyak bangets. Semoga bisa mewakili yes. Abaikan pose orang-orang yang di pinggir 1. Mahasiswa FK biasanya anak orang kaya soalnya bayar kuliahnya mahal. Menurut saya nggak seratus persen benar. Memang ada FK yang mematok harga selangit baik untuk biaya masuk maupun persemesternya, tapi banyak juga FK yang relatif terjangkau, biasanya dari universitas negeri. Selain itu ada kok mahasiswa FK kayak saya yang hanya bermodal dengkul alias m...

Idul Adha di Perantauan; Sedih Sih, Tapi... Siapa Takut? B-)

Bismillah. Errr udah paham dari judulnya ya? Yaudah deh, ga jadi cerita ah~ ^_^ Intinya selamat hari raya idul adha, mohon maaf lahir dan batin (loh?) (Hoho gambar yg cukup menghibur :D)

Tentang Kuliah di FK

Banyak orang yang berpikir kuliah di kedokteran itu keren, prestis, wah, dan sebagainya. Tak heran bila banyak yang bercita-cita jadi dokter. Banyak orang memandang dokter di masyakarat itu termasuk kalangan menengah ke atas, duitnya banyak, hidupnya santai tinggal kipas-kipas, uang datang sendiri. Tapi benarkah demikian? Saya pribadi sebelumnya ngga pernah bercita-cita jadi dokter, memimpikan pun tidak. Bagi saya jadi dokter itu ketinggian, saya benci pelajaran biologi, takut liat darah, dan orang tua saya juga ngga punya banyak uang, ditambah lagi, kuliah dokter kayaknya lama. Awalnya cita-cita saya ingin jadi sastrawan, jadi penulis buku (seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya ). Tapi kemudian saya ingin lebih realistis, karena orang tua saya ngga mungkin mengabulkan cita-cita semacam itu, dengan alasan untuk jadi penulis bisa dilakukan sambil kuliah yang lain. Jadi saya beralih untuk mengambil jalur yang sama dengan kedua kakak: menjadi guru. Kakak pertama s...