Skip to main content

Pantai atau Gunung?

Saya suka keduanya ;)
Baik pantai atau gunung memiliki pesonanya masing-masing. Sama halnya jika disodorkan antara sunrise dan sunset, pasti bimbang harus pilih mana, Keduanya indah dan menakjubkan, meski harus saya akui kalau sunset sedikit lebih romantis.
Sejuknya hawa pegunungan sangat cocok untuk berkontemplasi, mendinginkan kepala saat penuh disesaki problematika kehidupan (halah bahasanya :P). Tapi pegunungan bagi saya disini baru sebatas Tawangmangu di Solo atau Moga di Pemalang lho ya. Karena jujur, seumur hidup saya belum pernah naik gunung hehehe. Tempat tertinggi yang saya kunjungi adalah Selo, daerah lereng Merapi di Boyolali. Pernah sih diajak temen naik gunung yang pendek aja, yang kurang dari setengah hari udah nyampe puncak, tapi belum jadi dan keburu kondisi fisik saya kurang memungkinkan. Pengen banget suatu saat bisa muncak, tapi yang ngga harus mendaki sendiri, mungkin ke Bromo yang katanya bisa pakai mobil jeep :D
Pegunungan seringkali menyuguhkan perkebunan ssbagai objek yang asik dikunjungi. Kebun teh yang terhampar hijau dan kebun strawberi yang bisa dipetik sendiri. Juga lereng-lereng yang dihiasi terasering sangat memanjakan mata. Jalan beraspal layaknya ular berkelok-kelok mengitari puncak. Dan tak lupa, pegunungan kurang mantap bila tanpa air terjun serta mata air. Herannya, meski udara dingin, tak akan ragu nyemplung ke sungai berjalan di antara bebatuan di bawah air terjun. 

Bersama manis cantik sholihah di air terjun Jumog, Tawangmangu
Mengenai pantai, bisa dikatakan ia merupakan bagian hidup saya. Saya adalah salah satu penduduk jalur pantura yang hanya butuh waktu 10 menit ke Pantai Widuri. Tak sulit bagi saya untuk menikmati sunrise maupun mengejar sunset. Mengukur horizon yang berwarna biru tua dan mencari kaki langit, berharap menemukan celahnya.
Sendiri atau beramai-ramai ke pantai sama saja asiknya. Saat butuh ruang sendiri, deburan ombak adalah obat mujarab untuk menghilangkan penat. Saat beramai-ramai, berlarian saliing mencipratkan air laut, membangun istana pasir, atau sekedar mencari cangkang kerang adalah aktivitas yang mengeratkan. Baik pasir putih maupun pasir hitam sama indahnya. Kalau pasir merah muda, saya belum pernah. Semoga suatu saat bisa menginjakkan kaki di atasnya :)

Bersama manis cantik sholihah lagi, di Pantai Kwaru. Aku kok jadi kangen kalian :(
Kalau disuruh pilih pantai atau gunung, saya pilih pegunungan yang ada pantainya. Dan karena bikin postingan ini, saya jadi pengen traveling. Ada yang mau bayarin saya?



Comments

Popular posts from this blog

Mitos dan Fakta Mahasiswa FK

Bisa dibilang bahwa kedokteran adalah salah satu jurusan yang tergolong kontroversial. Banyak isu dan gosip yang sering saya dengar bahkan jauh hari sebelum benar-benar jadi mahasiswa FK. Diantara desas-desus itu tak jarang yang membuat saya merasa harus berpikir ulang sebelum memilih ambil jurusan ini. Setelah terjun di dalamnya, ternyata ada isu yang bukan sekedar gosip alias fakta, dan ada pula yang ternyata zonk alias hoax alias mitos belaka. Nah dipostingan kali ini saya pengen bahas satu-satu, meski nggak semuanya karena jumlah aslinya buanyak bangets. Semoga bisa mewakili yes. Abaikan pose orang-orang yang di pinggir 1. Mahasiswa FK biasanya anak orang kaya soalnya bayar kuliahnya mahal. Menurut saya nggak seratus persen benar. Memang ada FK yang mematok harga selangit baik untuk biaya masuk maupun persemesternya, tapi banyak juga FK yang relatif terjangkau, biasanya dari universitas negeri. Selain itu ada kok mahasiswa FK kayak saya yang hanya bermodal dengkul alias m...

Idul Adha di Perantauan; Sedih Sih, Tapi... Siapa Takut? B-)

Bismillah. Errr udah paham dari judulnya ya? Yaudah deh, ga jadi cerita ah~ ^_^ Intinya selamat hari raya idul adha, mohon maaf lahir dan batin (loh?) (Hoho gambar yg cukup menghibur :D)

Tentang Kuliah di FK

Banyak orang yang berpikir kuliah di kedokteran itu keren, prestis, wah, dan sebagainya. Tak heran bila banyak yang bercita-cita jadi dokter. Banyak orang memandang dokter di masyakarat itu termasuk kalangan menengah ke atas, duitnya banyak, hidupnya santai tinggal kipas-kipas, uang datang sendiri. Tapi benarkah demikian? Saya pribadi sebelumnya ngga pernah bercita-cita jadi dokter, memimpikan pun tidak. Bagi saya jadi dokter itu ketinggian, saya benci pelajaran biologi, takut liat darah, dan orang tua saya juga ngga punya banyak uang, ditambah lagi, kuliah dokter kayaknya lama. Awalnya cita-cita saya ingin jadi sastrawan, jadi penulis buku (seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya ). Tapi kemudian saya ingin lebih realistis, karena orang tua saya ngga mungkin mengabulkan cita-cita semacam itu, dengan alasan untuk jadi penulis bisa dilakukan sambil kuliah yang lain. Jadi saya beralih untuk mengambil jalur yang sama dengan kedua kakak: menjadi guru. Kakak pertama s...