Dari pengamatan iseng yang saya lakukan terhadap segelintir orang, saya menyimpulkan bahwa ibu-ibu kelahiran sekitar tahun 1960an banyak yang memiliki anak sejumlah tiga orang dengan jenis kelamin semuanya perempuan. Teman sebangku saya di bangku SMP adalah anak terakhir dengan dua kakak perempuan. Teman sebangku saya saat SMA anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan. Bahkan aktris pemeran Ana Althafunnisa dalam film Ketika Cinta Bertasbih, yang senyumnya aduhai manis seperti saya, Oky Setiana Dewi juga adalah seorang kakak dari dua adik perempuan. Yang mana semua ibu-ibu tersebut lahir di era 60an.
Aduhai saya ngga akan membicarakan faktor-faktor yang mempengaruhi jenis kelamin pada janin lalu menganalisis apa saja yang kiranya berkaitan dengan ibu-ibu generasi 60an. Hanya sebuah takdir dari Yang Maha Kuasa bahwa ibu saya juga salah satu dari wanita generasi 60an yang melahirkan tiga anak tyang semuanya perempuan. Dan sebagai bungsu yang ngga mau pilih kasih pada kedua kakaknya, meski theme challenge nya adalah menulis salah satu saudara, but let me describe both of my sisters :)
![]() |
Jeng jeng jeng... Saya tau kamu pasti mau bilang kalau yg tengah paling cantik |
1. Dewi Lestari aka Mba Tari
Kakak pertamaku yang namanya sangat pasaran. Bagi kalian penyuka novel Supernova, ngga perlu surprise karena bukan kakak saya penulisnya, hanya namanya aja yg kembar tapi secara fisik lebih kece kakak saya (muji dikit biar dikirimin duit hehehe). Bahkan kalau kita ketik nama Dewi Lestari di facebook, bakal ada ratusan nama yang sejenis. Mba Tari ini dari luar keliatan paling tegas dan paling galak, tapi sebenernya paling cengeng dan paling manja. Mungkin memang demikian tipikal anak pertama, berusaha memposisikan diri sebagai yang patut didengarkan setelah orang tua. Bahkan dalam kasus saya, lebih sering Mba Tari yang berpengaruh dalam keluarga. Dan Mba Tari adalah jembatan bagi keluarga saya untuk mulai berhijrah. Dari cewek tomboy yang kaset Celine Dion, Backstreet Boys, dan MLTR nya bejibun, bermetamorfosis menjadi akhwat bergamis dan berkhimar panjang, yang kemudian mengajak saya dan kakak kedua saya berhijab, disusul ibu saya. Putri sulung keluarga kami ini paling pandai bergaul, paling percaya diri dalam melancarkan jurus sok kenal sok dekat, dan tentu saja paling suka eksis di atas panggung. Hampir semua teman saya yang pernah main ke rumah pasti kenal Mba Tari. Bahkan ada juga teman saya yang kalau datang ke rumah bukan untuk mencari saya melainkan Mba Tari. Kakak saya yang sedang memfavoritkan ust Budi Ashari dan ust Khalid Basalamah ini, kalau dipikir-pikir perjalanan hidupnya sungguh sangat panjang berliku. Gagal dalam ujian masuk SMA idamannya karena sebuah insiden, mengulang ujian masuk PTN karena ternyata jurusan yang tidak sesuai minat dan bakat, jalan yang panjang dalam mendapatkan pekerjaan, hingga jalan yang berliku dalam mencari tambatan hati. Tapi dari situlah saya belajar bahwa kesabaran akan mendatangkan hasil lebih dari yang kita harapkan. Terbukti, penantian kakakku ini berujung pada hal-hal luar biasa yang tak terduga. Saat ini Mba Tari masih berikhtiar untuk mendapatkan buah hati, mohon doanya agar segera Allah karuniakan :)
2. Rizki Zulaekha aka Mba Kiki
Berbeda dengan nama kakak pertama yang diberikan oleh ibu dan cenderung pasaran (ampun Bu, Mbak), jika kamu menulis nama kakak kedua saya dengan pas tanpa typo, maka dijamin satu-satunya nama yang keluar adalah tepat miliknya. Komponen akhir dari nama ini yang membuatnya khas. Bukan Zulaikha, atau Zuleha, apalagi Juleha, melainkan Zu-la-e-kha. Begitulah uniknya nama yang disematkan oleh bapak saya, harus mantap, seperti halnya nama saya yang Bani Zakiyah bukan Zakiah atau Zakyah, harus lengkap, Zakiyah dengan I dan Y. Lalu kenapa saya malah ngomongin nama ya? Hehehe lanjut. Sejak kecil Mba Kiki yang selalu jadi temen main saya, meski pasti saya nangis karena kalah kalau mainan apapun. Tapi akhirnya Mba Kiki yang dimarahin ibu sih hehehe begitulah nasib kakak yang selalu salah dan beginilah nasib adik yang selalu benar (evil mode: on). Dan kakakku yang paling gembul ini sangat melankolis, hobinya waktu remaja yaitu nulis diary dan diam-diam selalu saya baca. Hingga suatu hari ibu tau kalau saya baca diary Mba Kiki dan ujungnya ibu malah ikutan baca hehehe. Dengan sifatnya yang peka dan sensitif, Mba Kiki adalah orang paling dewasa dan pengertian di keluarga saya, bahkan rasanya lebih dari kedua orang tua saya (ampun Pak, Bu). Ngga heran kalau Mba Kiki jadi orang yang paling disayang anggota keluarga yang lain. Meski demikian anehnya kakak kedua saya inilah yang paling haus akan kasih sayang (maaf detailnya ngga bisa saya ceritakan disini hehehe). Sejalur dengan kakak pertama yang ambil jurusan Pendidikan Fisika, Mba Kiki lulusan Pendidikan Kimia. Dan kakak kedua saya yang ini bisa dibilang guru yang sangat teladan di sekolahnya. Dengan kondisi sekolah SMK yang mayoritas siswanya cowok-cowok dan kebanyakan masih ababil, Mba Kiki ngga segan menyisihkan waktu untuk home visit atau menghabiskan pulsa guna telpon wali murid. Dari Mba Kiki, saya sudah punya satu orang keponakan yang so handsome so cute, Hamzah Hariz Alkhalifi. Kapan-kapan semoga saya punya kesempatan untuk posting mengenai keponakan saya yang emesh ini :)
![]() |
Duh dek harus banget ganteng gitu senyumnya? |
Sudah cukup lumrah, bahwa kakak beradik itu waktu kecil cakar-cakaran, setelah dewasa kangen-kangenan. Begitupun kami bertiga yang dulunya sering bertengkar dan adu otot-adu suara karena hal yang ngga penting, kini merasa saudara sendirilah yang paling bisa diandalkan. Dan dari kedua kakak, saya anak bungsu yang keras kepala dan sering ngga mau ngalah ini mendapat banyak dan belajar banyak. Mulai dari baju, tas, dan barang-barang lungsuran, nebeng eksis karena kami bertiga sekolah di tempat yang sama dan mereka sudah berprestasi duluan, hingga pengalaman hidup yang telah mereka jalani lebih dulu.
Kalau teman-teman punya guru favorit di sekolah, maka beruntunglah saya punya dua orang, dan tinggal bersama sejak pertama kali saya hidup :)
Comments
Post a Comment