Sejak masih sangat kecil, kucing sudah menjadi makhluk yang ngga terpisahkan dalam kehidupan saya. Kucing pertama saya saat umur 5 tahun namanya Wawan. Ya sebenarnya bukan resmi kucing saya sih, hanya kucing kampung yang sering main dan minta makan ke rumah. Dia juga yang menorehkan cakaran-cakaran pertama di kaki, tangan, bahkan wajah saya. Tapi berkat itu, saya jadi lebih berani dan lihai dalam menghadapi kucing.
Lalu di suatu siang saat saya menginjak kelas 5 SD datang seekor kucing kecil tiga warna ke rumah saya, mengeong dengan manja, lapar tentunya. Tak tahan dengan matanya yang mengerjap menggemaskan, saya beri secuil ikan lalu mantap memeliharanya. Saya beri nama Pussy, nama yang pasaran karena memang sedang ngga punya ide. Dan ternyata Pusy tak sepolos penampilannya. Meski nampak bahwa usianya belum terlalu dewasa, namun ternyata ia sedang mengandung anak yang entah pada siapa saya harus meminta tanggung jawab. Meski demikian tetap bahagia rasanya menyambut kelahiran 3 ekor bayi yang saya anggap cucu. Bejo, Bagus, dan Manis adalah 3 makhluk imut yang saya saksikan sendiri pertumbuhan dan perkembangannya sejak lahir hingga beranjak dewasa, mulai dari membuka mata, belajar merangkak, berkenalan dengan bola-bola kertas dan tali temali, hingga berlari berkejaran di halaman rumah.
Bila mengingat masa-masa itu rasanya adalah fase kehidupan saya yang paling indah, tiap hari menantikan waktu pulang sekolah untuk bermain dengan sahabat-sahabat kecil tersayang. Dan fase terberat adalah saat Bagus, yang paling saya sayangi di antara lainnya, menginggal di atas pangkuan saya karena keracunan bedak kutu. Saya menangis seminggu lamanya, dan sampai sekarang juga masih sering sedih kalau ingat teriakan meongnya di depan pintu menyambut sepulang sekolah, atau saat ia duduk manis menunggu saya selesai sholat, juga ketika ia mengganggu dan merobek-robek buku kalau minta bermain sedang saya sibuk belajar. Huwaaa those memories really really really hurt me so so so much hiks hiks hiks :(
Tapi life must go on ya, kucing-kucing lainnya juga masih butuh kasih sayang dan makanan lezat dari saya. Waktu itu di rumah saya sempat ada selusin kucing lho karena yang betina subur banget, hamil melulu, meski akhirnya kebanyakan diam-diam diselundupkan bapak saya ke pasar atau dikasih ke orang lain. Kucing terakhir yang resmi saya pelihara adalah Bejo, panjang sekali usianya, sampai saya hampir masuk kuliah, dia meninggal karena penyakit tua. Lalu karena hidup saya nomaden sejak kuliah sampai sekarang, hanya kucing-kucing lingkungan sekitar yang datang silih berganti. Dan saya ngga pernah bisa tahan untuk ngga ngelus atau sekadar ngajak ngomong kalau kebetulan ketemu kucing dimanapun.
Kalau tokoh kucing idola, saya punya satu, namanya Shironeko. Dia kucing ganteng dari Jepang yang mirip banget sama almarhum Bagus, bedanya cuma ekor Shironeko panjang, kalau Baguis pendek. Dan Shironeko hobinya tidur, kalau Bagus ga pernah anteng.
![]() |
Shironeko, the cuteness overload |
Yang bikin saya semakin cinta, kucing juga hewan kesayangan Rasulullah lho, beliau punya seekor yang diberi nama Mueeza. Bahkan sisa air minum kucing terhitung suci untuk berwudlu.
“Kucing itu tidak najis. Ia binatang yang suka berkeliling di rumah (binatang rumahan),” (HR. At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
Dari penelitian, memelihara kucing juga bisa menurunkan tingkat stres dan depresi. Jadi bagi yang sering galau, boleh juga tuh dicoba melihara kucing, disamping lucu dan menggemaskan, dia bisa diajak ngobrol saat kesepian, meski jawabnya cuma ""meong, meong, meong..." yang kurang lebih artinya "aku lapar kakak, jangan curhat mulu dong, mana ikannya?" :D
Comments
Post a Comment