Skip to main content

Rumah Impian

Rumah impian saya adalah rumah yang luas halamannya. Saya akan menanaminya dengan rumput ala-ala teletubies, agar kelak anak-anak bersama kawan-kawannya bisa berlari bermain berkejaran tanpa takut jatuh karena alasnya yang hijau dan empuk. Saya akan meletakkan tanaman berbunga di halaman depan agar orang yang lewat dapat menghirup harumnya, dan tumbuhan berbuah di halaman belakang agar saat panen tiba tetangga sekitar dapat ikut menikmatinya. Saya juga akan menumbuhkan pohon kesayangan saya, angsana. Agar dapat bernostalgia tentang hari-hari lama pada tiap bulan oktober, sambil minum teh dan syahdu menatap kelopak-kelopaknya berguguran.  Di salah satu sudut saya akan membangun kolam ikan dengan bunga teratai dan air mancur yang gemericik menenangkan.
Rumah impian saya adalah rumah dengan rak buku di tiap sudutnya, agar siapapun dapat membaca setiap saat. Ada juga sebuah ruangan khusus membaca jika membutuhkan suasana lebih khidmat. Tembok ruang baca ini tidak nampak karena tertutup oleh deretan buku. Ruangan ini memiliki sebuah jendela yang menghadap langsung ke halaman, agar kesegaran udara yang masuk dapat membantu tercernanya ilmu-ilmu. 

Rumah impian saya memiliki sebuah ruangan luas, yang bisa digunakan untuk rapat, pertemuan, kajian, atau hanya sekadar acara kumpul-kumpul. Juga sebuah mushola luas yang mungkin cukup untuk tarawih berjamaah. Alasnya empuk dan udaranya sejuk, agar betah berlama-lama berdzikir dan tilawah di dalamnya. 

Rumah impian saya memiliki sebuah ruangan dengan langit-langit kaca. Saya dapat mengamati langit malam dihiasi bulan dan bintang gemintang di atas sofa yang empuk, juga menatap hujan tanpa takut basah. Mungkin ruangan ini akan sedikit panas di siang hari, jadi sirkulasinya harus terjaga baik. 

Yang paling penting, rumah impian saya adalah rumah dengan orang-orang yang penuh cinta dan kasih sayang di dalamnya. Saling menasihati di kala senang dan saling menguatkan di kala sedih. Karena semewah apapun sebuah rumah di dunia, tak ada artinya dibanding rumah yang berisi sekumpulan manusia pembangun rumah surga. Rumah yang selalu dirindukan di kala jauh, dan teguh diyakini sebagai baiti jannati, rumahku surgaku :)

My lovely mom in front of my lovely home

Comments

Popular posts from this blog

Mitos dan Fakta Mahasiswa FK

Bisa dibilang bahwa kedokteran adalah salah satu jurusan yang tergolong kontroversial. Banyak isu dan gosip yang sering saya dengar bahkan jauh hari sebelum benar-benar jadi mahasiswa FK. Diantara desas-desus itu tak jarang yang membuat saya merasa harus berpikir ulang sebelum memilih ambil jurusan ini. Setelah terjun di dalamnya, ternyata ada isu yang bukan sekedar gosip alias fakta, dan ada pula yang ternyata zonk alias hoax alias mitos belaka. Nah dipostingan kali ini saya pengen bahas satu-satu, meski nggak semuanya karena jumlah aslinya buanyak bangets. Semoga bisa mewakili yes. Abaikan pose orang-orang yang di pinggir 1. Mahasiswa FK biasanya anak orang kaya soalnya bayar kuliahnya mahal. Menurut saya nggak seratus persen benar. Memang ada FK yang mematok harga selangit baik untuk biaya masuk maupun persemesternya, tapi banyak juga FK yang relatif terjangkau, biasanya dari universitas negeri. Selain itu ada kok mahasiswa FK kayak saya yang hanya bermodal dengkul alias m...

Idul Adha di Perantauan; Sedih Sih, Tapi... Siapa Takut? B-)

Bismillah. Errr udah paham dari judulnya ya? Yaudah deh, ga jadi cerita ah~ ^_^ Intinya selamat hari raya idul adha, mohon maaf lahir dan batin (loh?) (Hoho gambar yg cukup menghibur :D)

Tentang Kuliah di FK

Banyak orang yang berpikir kuliah di kedokteran itu keren, prestis, wah, dan sebagainya. Tak heran bila banyak yang bercita-cita jadi dokter. Banyak orang memandang dokter di masyakarat itu termasuk kalangan menengah ke atas, duitnya banyak, hidupnya santai tinggal kipas-kipas, uang datang sendiri. Tapi benarkah demikian? Saya pribadi sebelumnya ngga pernah bercita-cita jadi dokter, memimpikan pun tidak. Bagi saya jadi dokter itu ketinggian, saya benci pelajaran biologi, takut liat darah, dan orang tua saya juga ngga punya banyak uang, ditambah lagi, kuliah dokter kayaknya lama. Awalnya cita-cita saya ingin jadi sastrawan, jadi penulis buku (seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya ). Tapi kemudian saya ingin lebih realistis, karena orang tua saya ngga mungkin mengabulkan cita-cita semacam itu, dengan alasan untuk jadi penulis bisa dilakukan sambil kuliah yang lain. Jadi saya beralih untuk mengambil jalur yang sama dengan kedua kakak: menjadi guru. Kakak pertama s...