Skip to main content

Tentang Kuliah di FK

Banyak orang yang berpikir kuliah di kedokteran itu keren, prestis, wah, dan sebagainya. Tak heran bila banyak yang bercita-cita jadi dokter. Banyak orang memandang dokter di masyakarat itu termasuk kalangan menengah ke atas, duitnya banyak, hidupnya santai tinggal kipas-kipas, uang datang sendiri. Tapi benarkah demikian?

Saya pribadi sebelumnya ngga pernah bercita-cita jadi dokter, memimpikan pun tidak. Bagi saya jadi dokter itu ketinggian, saya benci pelajaran biologi, takut liat darah, dan orang tua saya juga ngga punya banyak uang, ditambah lagi, kuliah dokter kayaknya lama. Awalnya cita-cita saya ingin jadi sastrawan, jadi penulis buku (seperti yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya). Tapi kemudian saya ingin lebih realistis, karena orang tua saya ngga mungkin mengabulkan cita-cita semacam itu, dengan alasan untuk jadi penulis bisa dilakukan sambil kuliah yang lain. Jadi saya beralih untuk mengambil jalur yang sama dengan kedua kakak: menjadi guru. Kakak pertama saya guru fisika, yang kedua guru kimia, dan saya akan melengkapi mapel bimbingan belajar dengan jadi guru matematika. Ya, saya cinta matematika dan sudah mulai latihan ngisi bimbel di rumah sejak kelas 12. Tapi sebuah kenyataan yang memilukan bahwa saya ngga diterima di jalur undangan untuk jurusan Pendidikan Matematika dan mengharuskan saya mengikuti ujian SNMPTN. Di detik-detik itulah kakak saya mengusulkan untuk mengambil Fakultas Kedokteran sebagai pilihan pertama dan baru Pendidikan Matematika di pilihan kedua. Awalnya bimbang, tapi dengan beberapa pertimbangan akhirnya mantap juga. Kalau memang jalannya ya masuk, kalau bukan jalannya ya sudah. Sama sekali ngga ada ambisi untuk harus tembus pilihan pertama. Dan di luar prediksi, ternyata saya diterima. 

FK UNS!!!

Apakah lantas saya bahagia di FK? Awalnya engga, karena seperti yang sudah saya katakan, pertama saya benci pelajaran biologi, dari semua nilai rapor mipa, selalu biologi yang paling jelek. Jadilah awal semester saya sering remed-remed karena belum terbiasa dengan banyaknya pelajaran yang harus dihapal. Saat itu saya belum terbiasa belajar dengan cara menganalisis dan menghubungkan, jadi semuanya ditelen masuk aja makanya banyak failed. Kedua, saya takut liat darah, dan saya sempet nangis pas mau praktikum ngambil darah pertama kali. Tapi ternyata banyak juga temen saya yang sebenernya takut tapi pura-pura tegar. Ajaibnya di praktikum tersebut saya malah jadi probandus sejati yang diambil darahnya berkali-kali karena vena saya yang paling enak lokasinya dibanding temen-temen lain. Akhirnya saya ndak takut darah lagi, ternyata semua hanya masalah terbiasa atau engga, masalah sugesti positif atau negatif. Untuk masalah biaya, alhamdulillah saya dapat beasiswa jadi bisa kuliah gratis. Pun sebenernya ngga perlu khawatir masalah biaya, karena banyak FK negri yang masih murah, dan banyak juga yang menawarkkan beasiswa, jadi itu ngga bisa jadi alasan.

Untuk jadi dokter memang membutuhkan yang terhitung waktu cukup lama, tahapannya adalah kuliah preklinik 3,5 tahun --> wisuda sarjana --> koass 1,5 tahun --> sumpah dokter --> internship 1 tahun. Belum lagi ada nunggu ini itu yang kalau di total makan waktu 1 tahun sendiri. Jadi setelah hampir 7 tahun baru bisa bebas mau kerja atau lanjut sekolah lagi. Ohya saya ceritakan sedikit ya aktivitas selama tahapan-tahapan tersebut. Preklinik adalah masa yang mana aktivitasnya berpusat di kampus. Mulai dari kuliah, praktikum, skill lab, field lab, dan tentu saja ujian. Jadwal normal aktivitas di kampus adalah jam 8.00-16.00 tapi lebih sering berangkat jam 6 atau bahkan jam 5 pagi untuk asistensian atau pretes sebelum praktikum. Seringkali kami datang sebelum gerbang belakang dibuka, dan harus muter lewat gerbang depan dan sampai di kampus bareng petugas cleaning service, saat pak satpam masih gelaran di loby pakai sarung. 

Selesai menjalani 7 semester, sama halnya dengan jurusan lain, harus ngerjain skripsi. Bagi saya itu adalah hal terberat dan termalesi. Males untuk memulai, males untuk merevisi, dan males untuk menunggu. Ya, menunggu dosen pembimbing saya yang guru besar alias prof dan super sibuk. Saya harus menunggu beliau selesai praktik hingga tengah malam menjelang dini hari, atau menunggu beliau menyelesaikan jadwal latiihan bola pingpong sambil duduk di pinggir lapangan dan ikut bersorak saat beliau menambah poin. Berhasil melewati semua itu dan wisuda tepat waktu adalah sebuah nikmat yang tak terhingga.

Setelah wisuda ngga bisa langsung koas, musti ujian komprehensif dulu, mengulang semua hal yang telah dipelajari sejak semester 1 sampai 7. Mirip UN pas SMA gitu deh. Tapi kompre ini benar-benar manfaat, karena jadi inget lagi materi yang dulu-dulu, jadi ngga kagok-kagok amat pas masuk koas. Nah masa koas ini adalah tahapan paling seru, karena berhadapan langsung dengan pasien di rumah sakit. Dengan jas putih dan panggilan "dok" rasanya sesuatu, padahal kalau ditanyain juga masih belum ngerti apa-apa hehehe. Tapi emang beda jauh saat masih preklinik dan koas yang mulai terjun ke real jungle. Capeknya sih iya, tapi skill dan pengalamannya bikin rasa capek itu lunas. Saya ngerasanya juga lebih mudah memahami ilmu kedokteran dan mulai benar-benar mencintainya waktu koas. Ketika udah selesai koas justru sedihnya banget banget banget, karena merasa belum cukup menimba ilmu, masih haus dan ingin dibimbing lagi.

Agar bisa menjalani sumpah, habis koas harus ujian lagi (kok ujian melulu ya?), namanya Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Pendidikan Dokter (UKMPPD). Materi yang diujikan adalah semua yang telah dipelajari selama hidup di FK dan dibutuhkan dalam menjadi dokter layanan primer. Seperti halnya pas ujian kompre dulu, UKMPPd ini ada 2 jenis ujian, yaitu tertulis dan praktik, yang  semuanya sudah distandarkan secara nasional. Ujian akhir ini rasaanya kayak berjuang mempertaruhkan hidup dan mati (lebay nih), terutama pas ujian praktiknya. Tapi  dengan jurus SPY (sing penting yakin), alhamdulillah semua dapat terlewati dengan baik.

Coba tebak saya yang mana
Sehari setelah sumpah, eh ngga ding, sehari setelah UKMPPD, hal yang saya pikirkan adalah: pengin sekolah lagi. Menjalani hidup dengan belajar, ujian, dan mengerjakan tugas selama bertahun-tahun, rasanya ada sesuatu yang hilang saat tiba-tiba ngga punya deadline yang harus dikejar. Mungkin saya sudah terlanjur cinta, eaaa dari benci jadi cinta, semua karena terbiasa (sinetron mode: on).

Saat ada oknum yang mendiskreditkan dokter, saya hanya bisa menghela napas dan merasa sedih. Dokter seringkali dianggap eksklusif, mau menang sendiri, dan hanya mencari keuntungan dari pasien. Tahukah bahwa gaji dokter umum yang diberikan oleh bpjs sebanding dengan penghasilan bapak parkir? Tahukah berapa banyak waktu tidur yang dimiliki dokter sejak kuliah, koas, bahkan sepanjang hidupnya? Tahukah berapa banyak ujian yang harus dilalui hanya untuk mendapat gelar dokter? Kalau sudah demikian, saya hanya bisa menyarankan untuk menyekolahkan anaknya di FK, karena hanya orang yang terlibat langsung dan intens yang akan memahami bagaimana naluri seorang dokter.

Lalu kalau sekarang saya ditanya apakah menyesal dengan keputusan yang telah diambil untuk sekolah kedokteran, dengan mantap saya jawab tentu saja tidak. Saya justru merasa beruntung  karena telah Allah pilihkan jalan yang terbaik ini. Jalan yang membuat saya bertemu dengan orang-orang baik, dengan guru-guru pemurah, dan pasien-pasien yang membuat saya malu untuk tidak selalu bersyukur :)

Comments

Popular posts from this blog

Idul Adha di Perantauan; Sedih Sih, Tapi... Siapa Takut? B-)

Bismillah. Errr udah paham dari judulnya ya? Yaudah deh, ga jadi cerita ah~ ^_^ Intinya selamat hari raya idul adha, mohon maaf lahir dan batin (loh?) (Hoho gambar yg cukup menghibur :D)

Mitos dan Fakta Mahasiswa FK

Bisa dibilang bahwa kedokteran adalah salah satu jurusan yang tergolong kontroversial. Banyak isu dan gosip yang sering saya dengar bahkan jauh hari sebelum benar-benar jadi mahasiswa FK. Diantara desas-desus itu tak jarang yang membuat saya merasa harus berpikir ulang sebelum memilih ambil jurusan ini. Setelah terjun di dalamnya, ternyata ada isu yang bukan sekedar gosip alias fakta, dan ada pula yang ternyata zonk alias hoax alias mitos belaka. Nah dipostingan kali ini saya pengen bahas satu-satu, meski nggak semuanya karena jumlah aslinya buanyak bangets. Semoga bisa mewakili yes. Abaikan pose orang-orang yang di pinggir 1. Mahasiswa FK biasanya anak orang kaya soalnya bayar kuliahnya mahal. Menurut saya nggak seratus persen benar. Memang ada FK yang mematok harga selangit baik untuk biaya masuk maupun persemesternya, tapi banyak juga FK yang relatif terjangkau, biasanya dari universitas negeri. Selain itu ada kok mahasiswa FK kayak saya yang hanya bermodal dengkul alias m

Kerlap-kerlip

Mati lampu. Ini bukan karena pulsa listrik kost saya habis atau belum bayar 3 bulan. Bukan juga karena lampunya kadaluarsa. Semua lampu sepanjang jalan kost mati, itulah kenyataan yang terjadi, dan harus diterima dengan lapang dada. Dan saya, disini ngutak-atik laptop, nulis-nulis blog selagi temen2 kost ribut masalah lilin, korek, dan seterusnya. Saya cukup menikmati kegelapan ini, karena kamar saya jadi bersinar gara2 hiasan bintang2 fluoroscent warna hijau, pink, dan biru yang saya tempel di langit2 dan tembok kamar saya. Walhasil, kalo mati lampu, kamar saya jadi kerlap-kerlip, jad i berasa melayang-layang di tengah langit malam (lebay), hem mungkin sederhananya seperti berada di planetarium, atau apalah itu, yang jelas rasanya nyaman sekali :) Alhamdulillah, lampunya udah nyala! Wah, cepet banget ya, cuma berapa menit gitu, ga sampe setengah jam. Kamar saya sekarang jadi terang benderang, ga kerlap-kerlip lagi :) Hem, saya jadi teringat sama penemu lampu pijar, Thomas Alfa Edi